Well there’s a little boy waiting at the counter of a corner shop
He’s been waiting down there, waiting half the day
They never ever see him from the top
He gets pushed around, knocked to the ground
He gets to his feet and he saysWhat about me, it isn’t fair
I’ve had enough now I want my share
Can’t you see i wanna live
But you just take more than you give
(What About Me by Shannon Noll)
Kamu mungkin tidak menyukai lagu tersebut, mungkin tidak mengenal lagu tersebut, tetapi liriknya bagus bukan? Karena lirik itu adalah lirik yang kamu bisa bayangkan terjadi pada dirimu, kamu mengantri di counter dan seseorang memaksa masuk, atau kamu telah menunggu di belakang antrian dan antrian tersebut telah maju dan mendekat ke depan, hanya tinggal dua orang lagi di depan, dan penjaga counter berkata, “Maaf, kita tutup, bisakah kamu mengantri di antrian sana saja?”, dan semua orang yang berada di depan kamu pergi ke sana dan kamu kembali ke belakang antrian lagi. Hal-hal seperti ini terjadi berulang kali dan, ketika terjadi, apa yang akan kamu lakukan?
Orang egois adalah orang yang dikuasai oleh kepentingan dirinya sendiri, orang yang mementingkan dirinya sendiri. Ia mengikuti nilai-nilai egoisme, yang di dalamnya seluruh dunia berputar mengelilingi “aku”. Itulah orang egois. Tetapi kemudian siapa di dunia ini yang bukan? Siapa yang tidak pernah berpikir semuanya tentang “aku” ketika orang lain menghalangi langkahnya? Seluruh dunia, tentu saja, dapat dirangkum di bawah satu asas ini, yaitu bahwa setiap orang memperhatikan diri mereka sendiri. Karena jika kamu tidak memperhatikan dirimu sendiri, siapa yang akan? Dan ketika kita membandingkan diri kita sendiri dengan orang-orang lain, ya mungkin memang sampai pada batas tertentu pasti kita semua adalah orang-orang egois, tetapi bukankah kita mencoba membuat diri kita sendiri merasa lebih baik, ketika kita mengatakan bahwa ada orang-orang yang lebih buruk daripada kita sendiri? Bukankah atlet atau selebritis, atau orang-orang yang terkenal seperti politikus, semuanya adalah orang-orang egois, yang lebih buruk daripada kita? Atau bahkan, jika hal itu bukanlah cara kita menentramkan perasaan kita, kadang kita hanya berkata, apa yang salah dengan hal itu? Apa yang salah dengan memperhatikan diri sendiri? Toh bukankah baik untuk menjadi orang yang bersemangat, rajin, dan antusias? Tidak ada salahnya bekerja keras untuk mendapat hidup yang baik dan untuk bisa melakukan banyak hal. Apa yang salah dengan memperhatikan diriku sendiri?
Egoisme atau sikap mementingkan diri sendiri, menurut sebuah blog, dapat diwujudkan dalam berbagai cara yang berbeda. Seorang egois bisa saja merupakan seorang yang berpusat pada dirinya sendiri. Kamu tahu orang tersebut adalah orang egois ketika semua percakapan yang kamu lakukan dengan orang ini adalah selalu saja tentang dirinya.
Atau, jenis kedua dari egoisme adalah selalu terobsesi pada diri sendiri. Orang-orang semacam ini mungkin tidak berbicara tentang diri mereka dalam setiap percakapan mereka, tetapi di dalam segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka, mereka menaruh diri mereka sendiri di dalamnya. Ketika hal buruk terjadi, mereka khawatir tentang hal buruk yang terjadi terhadap mereka, bukan terhadap orang lain.
Ada satu lagi jenis egoisme yang lebih eksplisit, yaitu yang mengagungkan diri sendiri. Orang-orang semacam ini mencoba mempromosikan diri mereka sendiri di dalam segala sesuatu yang mereka lakukan. Mereka ingin membuat nama bagi diri mereka sendiri, mereka ingin menjadi terkenal, mereka ingin orang-orang memandang mereka, mereka ingin orang-orang mengakui mereka.
Tiga jenis egoisme yang terakhir adalah, yang pertama, mereka yang ingin mengatur diri mereka sendiri dan tidak mau mendengarkan orang lain di dalam hal-hal yang ingin mereka lakukan di dalam hidup mereka, yaitu mereka yang memiliki keinginan diri yang kuat. Kemudian, yang kedua, orang yang berpikir dirinya benar dan selalu memandang rendah orang lain, yang berpikir bahwa setidaknya “aku” tidak seperti mereka. Dan yang terakhir, adalah orang yang bergantung pada dirinya sendiri. Orang seperti ini mungkin tidak mengagungkan dirinya sendiri, tetapi ia duduk di ruangannya sendiri tidak mencari bantuan orang lain ketika ia sendiri membutuhkannya. Di antara semua bentuk dan wujud egoisme ini, perhatikan ada satu kesamaannya: diri sendiri.
Di dalam bacaan yang akan kita lihat hari ini, sungguh, Alkitab di sini menantang kita untuk menjadi orang-orang yang tidak materialistik, tidak serakah. Dalam waktu yang singkat, kita akan melihat bahwa sebagai orang-orang Kristen kita jangan menjadi orang-orang yang materialistik/serakah. Namun, keserakahan dan materialisme sebenarnya merupakan bagian dari masalah yang lebih besar, yaitu yang Alkitab deskripsikan sebagai dosa.
Ketika kita menjadikan materi sebagai Allah
Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:13-15 TB)
Di dalam Lukas pasal 12, kita telah melihat bahwa Yesus merupakan orang yang dapat melakukan banyak hal, dan merupakan orang yang kita harus dengar, pahami, dan patuhi. Dan di sini, di dalam kerumunan orang-orang ini, kita melihat ada seseorang yang datang kepada Yesus seperti halnya orang-orang lainnya di hari itu. Ia datang dan mengajukan permohonan kepada Yesus. Ia berkata kepada Yesus, “Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Kita hanya diberitahu sedikit saja mengenai penyebab orang ini datang meminta Yesus, tetapi jelas sekali bahwa ia berpikir Yesus dapat membantunya dalam hal perselisihan keuangan keluarga antara dirinya dan saudaranya. Dan kamu bisa melihat apa yang ia harapkan dari Yesus, bukan? Perhatikan hal yang orang ini katakan, “katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.”
Adalah hal yang menyedihkan ketika kita melihat keluarga-keluarga bertengkar karena uang. Ketika kita melihat orang-orang, yang setelah merasa sedih atas kematian ayah atau ibu mereka, tidak lama kemudian bertengkar demi uang yang akan diwariskan. Menyedihkan sekali melihat anak-anak bertengkar untuk jatah yang lebih besar dan lebih besar lagi dari warisan orang tua mereka, akan tetapi tetap saja semuanya ini terlalu sering terjadi. Tetapi perhatikan, Yesus tidak ingin untuk ikut campur dalam urusan ini, dalam perselisihan antara orang ini dan saudaranya. “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” (ay. 14). Yesus tahu bahwa orang ini tidak datang pada hari itu karena ia memiliki rasa keadilan, atau bahwa ia menginginkan agar sesuatu hal yang salah diperbaiki. Perhatikan apa yang ia katakan, “katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku.” Hal yang mendorong orang ini bukanlah rasa keadilan tapi keserakahan, keegoismeannya.
Dan oleh sebab itu Yesus berkata, di ayat 15, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” Kata ketamakan di sini merupakan kata yang sama dengan keserakahan. Teman-teman, keserakahan atau ketamakan, merupakan suatu hal yang mengerikan. Alkitab tidak pernah berbicara tentang keserakahan sebagai sesuatu yang baik. Kalau kamu menginginkan lebih banyak dan lebih banyak lagi barang yang orang lain miliki agar kamu sendiri memilikinya, maka menurut Alkitab itu sama saja dengan melakukan perzinahan.
Perzinahan adalah penyembahan berhala. Biasanya kalau memikirkan tentang berhala maka kamu berpikir tentang orang yang membuat patung, bukan? Kamu tahu bahwa patung-patung terbuat dari kayu, batu, emas yang melapisi patung tersebut. Tetapi di dalam Alkitab, berhala itu lebih daripada sekedar membuat patung. Di dalam Alkitab, berhala meliputi keserakahan. Perhatikan Kolose 3, lihatlah apa yang ia katakan:
Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.
Atau, sekali lagi, di Efesus 5:5,
Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.
Lagi, dan lagi di dalam Alkitab, adalah hal yang sangat konsisten bahwa Allah mengutuk keserakahan. Allah berpikir bahwa keserakahan itu buruk. Tetapi tidak hanya buruk, Ia membuatnya sama dengan penyembahan, atau kepercayaan, kepada ilah-ilah yang salah. Keserakahan dan penyembahan berhala merupakan hal yang sama. Hal ini kedengaran sulit dimengerti, bukan? Bagaimana mungkin membuat patung sama dengan keserakahan? Bagaimana bisa bahwa menginginkan lebih dan lebih banyak barang lagi itu salah? Di dalam buku “Beyond Greed”, Brian Rosner yang berbicara tentang hal ini, tentang bagaimana Alkitab menggunakan keserakahan dan penyembahan berhala dan mengatakan bahwa mereka adalah hal yang sama, membuat pengamatan yang sangat membantu:
“Bukti yang paling meyakinkan bahwa keserakahan adalah penyembahan berhala mengacu pada jawaban dari sebuah pertanyaan yang sederhana berikut ini: Apakah yang dilakukan para penyembah berhala terhadap berhala mereka yang orang-orang percaya harus lakukan terhadap Allah? Jawabannya: Mereka menawarkan berhala-berhala mereka kasih, kepercayaan, dan ketaatan. Setiap hal itulah yang benar-benar dilakukan oleh orang-orang serakah terhadap uang mereka.”
Alkitab berkata keserakahan adalah penyembahan berhala. Dan oleh karenanya di sini ada sebuah pertanyaan: Apakah kamu mencintai uang? Allah layak mendapat kasih, apakah kamu mengasihi uangmu, barang-barang milikmu? Betapa menyedihkannya ketika kita mencintai materi. Apakah kamu mencintai materi, apakah kamu mempercayai barang-barang atau uangmu? Apakah kamu berpikir dengan memiliki lebih banyak lagi materi, maka hal itu akan melindungimu, atau memberikanmu keamanan di dalam dunia, keamanan dari naik dan turunnya perjalanan hidup, dari gelombang yang datang menerjang?
Apakah kamu mentaati uang? Hal ini lebih susah dimengerti, bukan, bagaimana mungkin kamu mentaati uang? Coba pikirkan seperti ini: Di dalam keinginanmu untuk mendapatkan uang, adakah hal-hal yang telah kamu lakukan untuknya? Apakah hal-hal itu mendorongmu untuk melakukan sesuatu, untuk membuat keputusan-keputusan tertentu di dalam hidup, bahkan membuatmu melakukan pengorbanan untuk mendapatkannya lebih banyak lagi? Jika demikian, maka kamu telah mentaati uang. Kita semua telah melakukannya bukan? Kita telah jatuh ke dalam perangkap pemberhalaan ini. Kita mempunyai saat-saat ketika kita terobsesi dengan sepatu, gaun, kamera, telepon genggam, dan sebagainya. Kita sedemikian terobsesi dengan benda itu sehingga kita melihat berbagai ulasan online, dan kita melihat ulasan demi ulasan, demi memastikan bahwa pilihan kita tepat. Dan kemudian kita kembali ke toko online tersebut dan melihat lagi dan kemudian kita pergi ke toko lainnya untuk melihat apakah barang yang sama lebih murah di sana. Dan kemudian ketika akhirnya kita membelinya, kita menunggu kedatangan sang kurir. Setiap hari kita keluar untuk melihat apakah paket itu telah datang. Dan ketika akhirnya mendapatkannya, kita semua pernah merasakannya bukan, kesenangan, kebahagiaan, kegembiraan, yang hanya untuk beberapa minggu kemudian kita menyadari bahwa semuanya itu tidak mengubah hidup kita. Segala harapan, janji, impian yang telah kita miliki dan taruh di atasnya, apakah semuanya itu sebanding dengan biaya yang kita keluarkan, waktu yang kita pakai untuk menunggunya? Pada akhirnya selalu mengecewakan, bukan?
Teman-teman, materi tidak pernah menghasilkan hal yang bermakna dan bertahan lama. Tetapi perhatikan ada masalah lainnya yang disebabkan oleh memberhalakan materi. Siapa yang membuat mereka berhala? Kita. Kita menciptakan ilah-ilah kita; ilah-ilah yang dapat kita sembah dengan biaya yang kita keluarkan sendiri. Namun, teman-teman, sama seperti seseorang yang disengat oleh seekor lebah, kita tidak lari, kita kembali dan kita mencari barang berikutnya yang dapat kita buat menjadi ilah kita. Tetapi Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Mari perhatikan ayat 16,
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”
Ilah-ilah kita gagal
Ketika kita melihat cerita yang Yesus berikan, mungkin kamu berpikir, bagaimana mungkin cerita ini cocok dengan konsep ketamakan/keserakahan? Karena perhatikan bagaimana orang tersebut mendapatkan kekayaannya, ia tidak mendapatkannya dengan menjadi serakah bukan? Ia tidak mendapatkannya dengan merencanakannya. Tidakkah kamu perhatikan di ayat 16, cerita tersebut berkata bahwa orang itu menjadi kaya karena tanahnya menghasilkan banyak. Orang tersebut, kelihatannya, hanya kebetulan berada di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Sama seperti memiliki saham yang orang tuamu berikan padamu ketika kamu masih seorang bayi yang selalu datar sepanjang hidupmu dan kemudian tiba-tiba, bum, kamu menjadi seorang milyuner!
Inilah yang benar-benar terjadi di tahun 2007 dengan pasangan ini, Oscar Stohler dan istrinya Lorene. Oscar telah tinggal selama hampir 70 tahun di sebuah peternakan kecil di North Dakota seumur hidupnya. Tetapi, luar biasanya, dalam semalam Oscar berubah dari seorang petani yang sederhana yang kadang-kadang juga berjualan wadah plastik tupperware, menjadi seorang multi-milyuner. Bagaimana bisa? Bukan dengan bekerja keras sepanjang hidupnya, tetapi semuanya terjadi karena suatu hari beberapa pengebor mengenai sesuatu yang disebut sebagai semburan minyak di tanah miliknya. Dan semburan minyak tersebut, yang keluar dari tanah miliknya, disebutkan oleh United States Geological Survey sebagai persediaan minyak berkelanjutan terbesar yang pernah ditemukan di satu titik. Dan oleh sebab itu Loren istrinya mengatakan suatu komentar yang paling polos yang pernah kamu dengar: “Itu merupakan uang termudah yang pernah kami dapatkan”. Tentu saja memang demikian, mereka tidak melakukan apapun untuk mendapatkannya!
Di dalam cerita Yesus di sini, tidak ada yang dilakukan oleh orang tersebut untuk menjadi kaya. Dia hanya menjadi kaya. Dan oleh sebab itu tidak berarti bahwa dengan menjadi kaya maka kamu itu buruk atau mungkin melakukan sesuatu yang salah. Tidak ada yang salah dengan menjadi kaya. Dan tidak ada yang salah dengan hal yang dilakukan laki-laki itu kemudian. Perhatikan ayat 17, ketika ia jadi kaya, ia melakukan hal yang paling masuk akal yang bisa ia lakukan: “ Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.”
Teman-teman, sangatlah penting untuk menyadari bahwa Yesus di sini tidak menghakimi apa yang orang tersebut lakukan dan mengatakan bahwa itu hal yang buruk atau mengkritiknya. Orang tersebut hanya melakukan apa yang masuk akal ketika ia tiba-tiba mendapatkan uang yang begitu banyak. Tetapi apa yang dikatakan orang itu kemudianlah yang merupakan masalahnya, perhatikan di ayat 19, “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!”
Apa hal yang salah yang dilakukan oleh orang ini? Ia menjadikan berhala dari barang-barangnya, karena ia berpikir bahwa barang-barang tersebut dapat melakukan sesuatu untuknya, dapat menjamin masa depannya, dapat melindungi dia di dalam hidup ini, dapat meyediakan kepuasan yang ia inginkan. Kesalahan yang orang tersebut perbuat bukanlah bahwa ia menjadi kaya. Kesalahannya adalah, ia berpikir bahwa memiliki barang akan melindungi dia untuk masa depannya. Apakah ada yang salah dengan merencanakan untuk pensiun lebih awal? Adakah yang salah dengan menginginkan hidup yang baik, yang aman, yang menyenangkan? Bukan hal-hal ini yang Yesus katakan menjadi masalahnya. Kesalahannya terjadi ketika orang ini berpikir bahwa kemakmurannya menjamin bahwa ia dapat memiliki hal-hal tersebut. Allah berkata bahwa ia adalah orang bodoh, karena ia telah menukar posisinya dengan suatu nilai, kualitas, atau kekuasaan yang sebenarnya tidak dimiliki oleh barang-barang miliknya. Orang tersebut telah jatuh dalam kebohongan, kebohongan yang ia buat sendiri, bahwa hal-hal tersebut adalah allah. Dan oleh sebab itu ayat 19, “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!” Namun demikian, memiliki banyak barang tidak menjamin masa depanmu, tidak membuatmu aman, tidak peduli seberapa banyak kamu memilikinya. Dan tidak ada dari hal-hal ini yang membuatmu dapat mengendalikan apa yang akan terjadi.
Kamu mungkin pernah bermimpi menjadi kaya, memiliki kekayaan, keamanan, uang, gengsi, kemampuan untuk membuat orangtuamu bangga. Namun demikian, teman-teman, ketika kamu menjadi lebih kaya dan lebih kaya lagi, dan menjadi lebih makmur dan lebih makmur lagi, jika kamu pernah sampai di titik tersebut ketika semua impianmu menjadi kenyataan, ketika kamu berada di atas sana di lantai 100 di dalam bangunan termegah, di dalam daerah elit, melihat ke belakang bahwa kamu telah melakukan pekerjaanmu dengan semua orang-orang terkenal di sekellingmu, lalu kamu melihat sebuah pesawat terbang menabrak bangunan di sebelahmu, apakah kamu pada saat itu berpikir, “Untunglah hal itu terjadi di sana, bukan di sini”? Kita berpikir kita dapat mengendalikan segalanya. Namun ketika kita pergi berlibur kemudian terjadi tsunami. Kita menanam uang di dalam sebuah bank, namun kemudian bank tersebut bangkrut.
Teman-teman, ya, memiliki uang mungkin kadang memberikan kita kapasitas untuk mengamankan masa depan, mungkin, tetapi tidak ada jumlah uang, rumah, atau kartu kredit berapa pun yang dapat memberikan kamu kekebalan terhadap kematian. Baik orang yang kaya maupun orang yang miskin meninggal. Baik orang yang pengangguran maupun orang yang merupakan CEO meninggal. Baik orang yang memiliki rumah maupun orang yang menyewa rumah meninggal. Setiap orang meninggal. Adalah suatu kebohongan bahwa materi dapat melindungi kita, menjamin masa depan yang bahagia, seolah-olah itu semua dapat melindungi kamu dari kematian. Pengejaran uang, cinta uang, kepercayaan, kepatuhan terhadap kekayaan, bahkan harapan yang kepadanya orang-orang taruh, semuanya itu tidak sebanding dengan apa yang sebenarnya materi tersebut dapat berikan kepada mereka. Semuanya tidak layak untuk dikejar. Mereka datang dan pergi, mereka tidak tinggal, karena, seperti di ayat 20, ketika kamu meninggal dunia barang-barang yang telah kamu kumpulkan tertinggal di dunia ini. Alkitab sangat jelas: hidup ini lebih daripada materi. Dan ada hari penghakiman nanti, hari ketika semua hidup manusia diukur, diperiksa. Dan orang yang begitu bodoh untuk berpikir bahwa semua materi yang telah dia kumpulkan di sini sangat bermakna sehingga bisa menyelamatkan dia dari kematian. “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”
Hanya Allah adalah Allah
Masalah besarnya dengan penyembahan berhala, yaitu membuat berhala yang kita cintai, percayai, dan taati, tentu saja adalah bahwa berhala yang kita ciptakan untuk diri kita sendiri itu tidak layak mendapatkannya. Dan tidak hanya itu, ada seseorang yang layak mendapatkannya, yaitu Allah.
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Sebab hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian. Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu! Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta pada jalan hidupnya? Jadi, jikalau kamu tidak sanggup membuat barang yang paling kecil, mengapa kamu kuatir akan hal-hal lain? Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi, jika rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya! Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu. (Lukas 12:22-31)
Apa yang membuat dunia ini berjalan? Bukan uang, tetapi Allah. Dan Allah yang menciptakan dunia ini, yang membuat dunia berjalan, memperhatikan segala sesuatu yang kita butuhkan. Kita tidak perlu membuat ilah-ilah untuk mengendalikan dunia ini, Allahlah yang mengendalikannya. Allah yang peduli kepada burung-burung di udara. Burung-burung tersebut tidak berpikir cara berinvestasi dan tidak pernah memeriksa lumbung untuk menaruh semua benih yang mereka telah kumpulkan, namun demikian Allah memberi mereka makan. Bunga-bunga bakung tidak bekerja mencari mineral tanah, berapa banyak sinar matahari supaya fotosintesis bisa tetap berlangsung. Allah hanya membuat matahari bersinar, dan Ia mengirimi hujan, dan mereka bertumbuh. Dan di sini di dalam dunia, kita berpikir kita perlu mengendalikan semua hal ini dengan uang, harta yang kita ciptakan untuk diri kita sendiri. Kita berpikir bahwa semua itulah yang akan melakukannya.
Tetapi hanya Allah adalah Allah. Tanah dari orang yang kaya tersebut menghasilkan dengan berlimpah, bukan karena orang itu yang membuatnya terjadi, tetapi karena Allah yang membuatnya subur. Allahlah yang membuat tanah menghasilkan dan Allah dapat pula membuatnya kekeringan. Sama seperti Allah yang menentukan seberapa panjang orang ini hidup, sebarapa panjang kamu akan hidup, Allah jugalah yang menentukan apa yang akan terjadi di dalam hidup kita. Karena hanya pada akhirnya Allah adalah Allah. Berhala-berhala yang kita ciptakan bukanlah Allah, diri kita sendiri yang menciptakan berhala-berhala tersebut juga bukan Allah. Baik berhala maupun diri kita sendiri, Allahlah yang pada hakikatnya menciptakan. Teman-teman, betapa parahnya jika pada akhirnya, di hari penghakiman, ketika Allah melihat kembali ke kehidupan kita dan semua yang Ia lihat adalah kita menciptakan untuk diri kita lebih banyak lagi ilah-ilah palsu. Ketika Ia melihat bahwa kamu telah menyembah hal-hal yang Ia buat daripada menyembah-Nya. Mengasihi, mempercayai, mentaati mereka, sedangkan kamu sendiri diberi makan, diberi pakaian, memiliki tempat tinggal yang memberi kehangatan, namun tidak pernah bersyukur kepada Allah untuk hal-hal itu. Sedangkan ketika hal-hal buruk terjadi di dalam hidup kita yang tentu saja Allah pakai untuk mengingatkan kita bahwa Ia yang mengendalikan hidup kita, kita malah beralih untuk meminta bantuan hal-hal lain itu.
Tetapi bukankah akan lebih buruk, bahwa pada hari penghakiman, bukankah akan lebih memalukan, menyedihkan jika kita tetap mencari dompet kita, berharap bahwa ketika kita mendapatkannya kita bisa menunjukkan kepada Allah kartu kredit yang kita miliki, pekerjaan atau bisnis yang kita kerjakan, gelar yang kita dapatkan, mobil yang kita kendarai, rumah yang kita miliki, kewarganegaraan yang di dalamnya kita menjadi bagian, seolah-olah semua hal itu dapat digunakan oleh kita untuk memanipulasi Allah untuk memberikan kita surga. Betapa menyedihkannya, karena tentu saja pada hari itu ketika kita mencari dompet kita, dompet itu tidak akan ada, karena sudah tertinggal di meja sebelah ranjang di rumah sakit tempat kita berada. Dompet itu tertinggal di bawah reruntuhan bangunan yang menimpa kita, atau tertinggal mengambang di tengah samudra setelah gelombang terakhir tsunami menyapu kita. Tidak ada sesuatu pun yang kita kumpulkan untuk diri kita di dunia ini akan bertahan, juga tidak akan berguna untuk hidup yang akan datang.
Kembali ke ayat 4, Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka.” Teman-teman, jika hal-hal berikut ini menggambarkan cara kamu hidup: mengumpulkan harta, menciptakan berhala, mengasihi, mempercayai, mentaati, bukan Allah tetapi imajinasimu, seolah-olah kamu dapat mengendalikan hidupmu, maka takutlah kepada Allah, sungguh, takutlah!
Tetapi teman-teman, perhatikan kembali bacaan Alkitab di Lukas 12 ini. Setelah berbicara kepada orang di ayat 13-14, Yesus kemudian berbicara kepada kerumunan orang (ayat 15-21), dan kemudian di ayat 22 ia berbicara kepada murid-muridnya. Murid-murid yang kepada mereka Yesus telah panggil untuk melepaskan segala sesuatunya untuk mengikutinya. Apa yang ia katakan kepada mereka? Ia berkata, “Jangan kuatir, ketika kamu mencari dahulu kerajaan Allah, semua hal lainnya Allah akan lakukan untukmu.” Itu bukanlah suatu janji bahwa kamu akan menjadi kaya, atau kamu akan memiliki sebuah rumah, atau bahwa kamu akan hidup sampai umur 90, tetapi janji akan dunia yang akan datang, karena di dalam kerajaanNya kamu pasti akan berada di sana. Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan. Jadi carilah dahulu kerajaan-Nya dan semuanya ini akan ditambahkan kepadamu.
“Jangan takut”, kata ayat 32, perhatikan, “hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu. Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” Jangan berinvestasi di dalam hal-hal yang akan berkarat dan dapat dicuri, karena di mana hartamu berada di situ hatimu juga. Jika hartamu berada di dalam kerajaan Allah, jika hartamu adalah hal-hal yang membuat Allah senang, jika hartamu adalah di dalam misi Yesus Kristus di dalam menyelamatkan dunia, jika hartamu berada di dalam komunitas orang-orang kepunyaan Allah yang Ia cintai, maka di situ hatimu juga. Di mana hatimu? Hal apakah yang paling kamu rindukan, yang paling kamu inginkan, yang paling kamu impikan? Teman-teman, di keseluruhan bacaan Alkitab ini, hal terbesar yang Yesus ingin sampaikan tentu saja adalah ini: kita mempunyai Allah dan bahwa Allah ini layak mendapatkan cinta, kepercayaan, dan ketaatan kita. Dan Ia telah membuktikannya bukan? Ketika Ia mengirim Yesus, anakNya satu-satunya untuk mati di kayu salib bagi kamu dan saya.
Teman-teman, apa artinya semuanya ini untuk kita pada prakteknya? Ini semua bukan tentang altruisme, benar? Kekristenan bukan tentang altruisme. (Altruisme adalah kebalikan dari egoisme. Egoisme menaruh dirimu sendiri yang pertama, dan kamu melakukan segala sesuatunya untuk dirimu, tetapi altruisme adalah memberikan kembali ke orang-orang lain.) Alkitab tidak berbicara tentang kamu menjadi murah hati kepada orang lain. Karena dengan melakukan itu bisa saja kamu juga menciptakan Allahmu sendiri; kamu berpikir bahwa hal itu bisa membawamu ke surga. Tetapi Alkitab di sini mengajarkan kita bahwa kita perlu untuk datang kepada kebenaran, dan kebenaran itu adalah ini: diri kita sendiri, dan segala sesuatu yang kita ciptakan, dan segala sesuatu yang kita lihat di sekelilingnya, tidak ada yang merupakan Allah. Allah adalah Allah. Kasihi, percayai, dan taati Dia.
Orang di dalam perumpamaan Yesus ini membuat kesalahan bukan hanya di ayat 19, tetapi di sepanjang kisah perumpamaan itu. Lihatlah apa yang Ia katakan, “Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: “Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, …”
Keselahannya adalah itu sebenarnya bukan jiwa miliknya, tetapi milik Allah. Jiwanya milik Allah sama seperti jiwa kita. Jadi teman-teman, hiduplah untuk Dia.